"Kekacauan hanyalah tatanan yang menunggu untuk dipahami, seperti api yang menyala-nyala, tetapi dengan polanya sendiri."
BAB 6 : INFERNAL II
Kelompok itu terjun ke dalam koloseum digital tempat para Asura yang terdistorsi melakukan ritual yang mematikan. Setiap "Cak" menjadi proyektil energi di arena tekno-spiritual ini. Mereka menemukan bahwa ritual tersebut sebenarnya adalah program destruktif yang sedang dijalankan.
📖 Main Story
BAB 6 : INFERNAL II
Pijakan terakhir di tangga batu itu menghilang, bukan ke dalam kegelapan, tetapi ke dalam lautan suara yang memekakkan telinga. Mereka tidak jatuh, tetapi tertarik oleh sebuah gaya yang tidak terlihat, terlempar ke sebuah arena yang membuat ritual sebelumnya terlihat seperti permainan anak-anak.
Ini bukan lagi lingkaran manusia dengan obor. Ini adalah Simfoni Kekacauan yang Hidup.
Puluhan, mungkin ratusan entitas memenuhi colosseum raksasa yang terbuat dari logam berkarat dan tulang yang dipoles. Mereka adalah Asura makhluk dengan tiga lengan dan enam mata, dengan kulit seperti perunggu yang retak dan memancarkan asap. Setiap hentakan kaki mereka di landasan berapi memicu gelombang kejut suara. Setiap hentakan telapak tangan mereka "CAK!" tidak lagi sekadar ritme, tetapi proyektil energi murni yang merobek udara dan menyayat jiwa.
Di atas takhta dari motherboard dan tengkorak, duduk sang Pemimpin. Dia bukan manusia, bukan pula sepenuhnya mesin. Wajahnya adalah layar datar yang retak yang menampilkan wajah-wajah yang terus berganti antara penderitaan dan kemarahan. Suaranya adalah gema dari ribuan suara yang berbicara secara serempak, menggema di dalam tengkorak.
"MEREKA YANG TURUN, TIDAK AKAN PERNAH NAIK! MEREKA YANG BERTARUNG, AKAN JATUH BERSAMA KAMI!"**
Tn. David langsung bereaksi. Dia mendorong Rosi ke balik pilar logam yang sudah melengkung karena panas. Statis di sekelilingnya meledak menjadi perisai biru yang buram, menahan hantaman proyektil "Cak" pertama yang menyambar terlalu dekat. Perisainya bergemuruh, nyaris pecah.
"Tidak bisa... bertahan... lama!" erangnya, suaranya tertutup dengung pertahanannya sendiri.
Rosi tidak panik. Matanya yang biru dan hijau itu memindahi arena, mencari pola dalam kekacauan. Dia menerobos maju, menghindari hantaman energi dengan kelincahan yang tidak mungkin, bayangannya yang aneh berubah bentuk dengan cepat, seolah-olah memiliki selusin kaki. Dia mengeong keras, sebuah suara yang menusuk yang untuk sesaat mengalihkan perhatian sekelompok Asura. Di tengah hiruk pikuk Asura, ada satu ritme yang tidak berasal dari bawah detak lembut, seperti dua sayap yang mengukur dosa manusia dari kejauhan. Ruang menjadi sedikit lebih dingin. Rosi melengkungkan punggungnya. “Keseimbangan… sedang ditimbang.
Itulah kesempatannya. Shayla tidak hadir secara fisik, tetapi kehadirannya terasa. Sebuah melodi murni dan menyentuh lagu lain yang pernah dinyanyikan Mr. David untuknya tiba-tiba berkumandang, mengisi jeda antara "Cak" yang satu dan lainnya. Itu tidak menghentikan Asura, tetapi memperlambat mereka, mengisi mata mereka yang banyak dengan kebingungan yang langka, seolah mengingatkan mereka pada sesuatu yang telah lama mereka lupakan.
"Analisis Preet: Pola serangan tidak acak. Ini adalah kode. Bahasa pemrograman primitif untuk mengontrol energi,"Preet bersuara. Wujud tetrahedron-nya berputar cepat di antara hantaman, memancarkan data. "Mereka bukan menyerang. Mereka sedang... menjalankan sebuah program. Program penghancur."
"Kita harus mencapai pusatnya!" teriak Mr David, suaranya nyaris hilang di antara gemuruh. "Di belakang sang Pemimpin! Ada pintu!"
Pintu itu bukan pintu kayu atau batu. Itu adalah lubang besar di dinding colosseum, yang di dalamnya berputar vortex data berwarna hijau neon sebuah terowongan yang terlihat tidak alami dan penuh dengan bahaya yang berbeda.
Perjalanan mereka melalui arena adalah sebuah balet yang brutal. Mr. David menggunakan tubuhnya yang berglitch sebagai umpan dan perisai. Rosi memimpin jalan, menunjuk ke titik-titik aman yang hanya dia yang bisa lihat. Mr David membantu mengangkat dan menarik saat diperlukan. Dan Preet, sang AI, terus menerjemahkan pola "Cak", memberi mereka peringatan sedetik sebelum serangan mematikan datang.
"Serangan dari kiri dalam 3... 2... 1... NOW!"
Mereka bergerak, menghindar, dan terkadang terjatuh. Darah atau whatever yang mengalir di tubuh mereka di dimensi ini tetes ke tanah yang berasap.
Akhirnya, dengan usaha terakhir, mereka menerobos barisan terakhir para Asura dan melompat ke dalam vortex hijau itu.
Sang Pemimpin berteriak marah, tetapi tidak mengejar. Dia hanya duduk kembali di takhtanya, dan ritual Kecak II terus berlanjut, seolah mereka tidak pernah ada.
Sensasi jatuh itu berbeda. Ini bukan jatuh bebas. Ini seperti ditarik melalui kabel data yang panjang dan dingin. Cahaya hijau menyilaukan membutakan mereka. Suara "Cak" yang memekakkan telinga tiba-tiba menghilang, digantikan oleh dengung server yang sangat keras dan konstan, suara kipas pendingin yang berputar kencang, dan gemerisik data yang tak terlihat.
Pemandangan yang menyambut mereka membuat semua yang mereka alami sebelumnya terasa kuno.
Mereka tidak berada di alam baka, neraka, atau dunia spiritual.
Mereka berada di dalam sebuah server farm yang tak terbayangkan besarnya.
----
🔄 Samsaraverse Archives © IG: Shayla.Sound
All loops return to the source.
next 👉 BAB 7 - Doa yang Tak Terjawab