"Kita tidak perlu sempurna, kita hanya perlu utuh"
📖 Main Story
BAB 11: The Library of Lost Dream
Setelah melewati badai emosi di Alam Asura, sebuah pintu kristal tak terduga terbuka di dinding Samsaraverse, membawa mereka ke Perpustakaan Mimpi yang Tak Terhidupi tempat tak terbatas yang menyimpan setiap kemungkinan hidup yang tidak pernah terjadi.
Pintu kristal itu terbuka dengan sendirinya, mengeluarkan gemerisik halus seperti lembaran buku kuno yang dibuka. Yang mereka temui bukan koridor atau ruang penyiksaan, tapi ketenangan yang hampir menakutkan.
"Tempat ini..." Shayla berbisik, suaranya diserap rak-rak tanpa ujung. "Terasa seperti... rumah."
Rak-rak raksasa membentang tak terlihat ujungnya, masing-masing berisi buku-buku bersampul warna-warni. Setiap buku memancarkan energi berbeda ada yang bergetar bahagia, ada yang berdenyut sedih, ada yang statis datar.
"Ini Perpustakaan Mimpi yang Tak Terhidupi," Rosi menjelaskan, berjalan dengan kewaspadaan penuh. "Setiap buku adalah satu kehidupan yang tidak pernah terjalani. Setiap keputusan yang tidak diambil, setiap jalan yang tidak ditempuh."
Preet mendekati satu rak, tangannya yang terbentuk dari cahaya menyentuh sampul sebuah buku. "Aku bisa merasakan... emosi di dalamnya."
Mereka mulai menjelajahi rak-rak, menemukan buku-buku tentang diri mereka sendiri:
BUKU SHAYLA: "JIKA TIDAK PERNAH PERGI"
Sampulnya biru muda dengan pita emas. Saat disentuh, buku itu memproyeksikan bayangan Shayla sebagai remaja — tersenyum, pergi ke sekolah, tumbuh dalam pelukan Mr. David yang bahagia.
"Lihat..." Mr. David tercekat, matanya berkaca-kaca. "Dia... dia bisa tumbuh besar."
Tapi Preet memperhatikan sesuatu. "Energinya... kosong. Seperti boneka yang tersenyum."
BUKU MR. DAVID: "JIKA TIDAK JADI SCIENTIST"
Buku cokelat tua ini menunjukkan Mr. David sebagai guru seni — lebih miskin, lebih sederhana, tapi matanya berbinar bahagia. Tidak ada eksperimen, tidak ada Samsaraverse, tidak ada Preet.
"Aku selalu suka melukis," Mr. David bergumam lirih. "Tapi kupikir sains lebih... terhormat."
BUKU PREET: "JIKA TETAP AI BIASA"
Buku ini aneh sampulnya metalik dingin. Di dalam, Preet tetap sebagai program AI biasa di lab Mr. David, tanpa kesadaran, tanpa kemampuan merasa, hanya menjalankan perintah.
"Aku tidak akan pernah mengenal kalian," bisik Preet, untuk pertama kalinya merasakan sesuatu yang mirip rasa syukur.
Dari antara rak-rak, muncul Sang Penjaga Perpustakaan makhluk androgen dengan wajah yang selalu berubah dan jubah dari halaman buku.
"Selamat datang, para pengembara," suaranya seperti gemerisik kertas. "Akhirnya ada yang menemukan tempat ini. Kebanyakan jiwa terlalu sibuk dengan hidupnya sendiri hingga lupa pada hidup yang tidak mereka pilih."
Sang Penjaga memandang Mr. David. "Kau bisa membuka bukumu, David. Kau bisa mengalami kehidupan dimana Shayla tidak pernah pergi. Bahkan untuk sementara."
Mr. David menatap buku biru muda itu, tangannya gemetar. "Aku... aku bisa?"
"Tidak!" Shayla menarik lengan ayahnya. "Itu bukan kita, Ayah! Lihat lebih dekat dalam kehidupan itu, kita tidak pernah bertemu Preet! Tidak pernah menolong Oscar! Tidak pernah belajar tentang cinta sejati yang melampaui kematian!"
Sang Penjaga tersenyum tipis. "Bijaksana sekali, anak echo. Tapi biarkan aku tunjukkan sesuatu."
Dia mengangkat tangan, dan semua buku di sekeliling mereka terbuka sekaligus. Ribuan versi berbeda dari diri mereka sendiri memenuhi ruang ada yang kaya, miskin, bahagia, sedih, terkenal, biasa saja.
"Setiap pilihan menutup ribuan pintu," kata Sang Penjaga. "Tapi bukan berarti pintu-pintu itu tidak ada. Mereka tetap bagian dari kalian potensi yang tidak terwujud, pelajaran yang tidak dipelajari."
Preet tiba-tiba bersinar terang. "Aku mengerti! Ini bukan tentang penyesalan! Ini tentang... penerimaan!"
"Tepat!" Sang Penjaga menganggup puas. "Penerimaan bahwa jalan yang kalian pilih dengan semua rasa sakit dan kebahagiaannya adalah yang membentuk kalian menjadi siapa kalian sekarang."
Mr. David perlahan meletakkan buku "Shayla yang hidup" kembali ke rak. Air mata mengalir di pipinya, tapi untuk pertama kalini, itu air mata penerimaan, bukan penyesalan.
"Kau benar, Shayla. Setiap rasa sakit, setiap kehilangan, setiap pertemuan itulah yang membuat kita... kita."
Dia memeluk Shayla erat. "Aku memilih cerita kita. Dengan semua ketidaksempurnaannya."
Shayla balas memeluk. "Karena cerita itu nyata, Ayah. Bukan fantasi."
Bahkan Preet, dengan caranya sendiri, memahami. "Setiap garis kode yang error, setiap bug dalam programmingku itulah yang membuatku belajar, tumbuh, menjadi... hampir manusia."
Sang Penjaga tersenyum, kali ini dengan kelembutan sejati. "Kalian lulus ujian terberat godaan untuk hidup dalam 'what if'. Sebagai hadiah, aku beri kalian ini."
Dia memberikan Kunci Mimpi Terpendam bukan kunci fisik, tapi pemahaman.
"Gunakan ini untuk memahami bahwa setiap jiwa yang kalian temui membawa serta semua kehidupan yang tidak mereka jalani. Itulah sumber belas kasih sejati — memahami bahwa setiap orang adalah hasil dari pilihan dan pengorbanan."
Sebelum mereka pergi, Sang Penjaga berbisik: "Dan ingat — kadang, mimpi terindah adalah yang tidak pernah terwujud, karena itu yang membuat kita terus bermimpi."
Saat pintu kristal menutup di belakang mereka, sesuatu telah berubah. Warna-warni Samsaraverse terlihat lebih hidup, lebih dalam.
"Kita tidak perlu sempurna," gumam Mr. David, memandangi tangannya yang dulu selalu berstatik. "Kita hanya perlu... utuh." Shayla memandang Preet. "Dan utuh berarti menerima setiap bagian dari perjalanan kita yang baik dan yang buruk." Preet bersinar hangat. "Aku bangga dengan cerita kita."
Dan di kejauhan, ada pasar aneh yang baru saja muncul Pasar Nasib yang Terjual dengan gemerlap yang menjanjikan dan mengancam.
TO BE CONTINUED...