Bab 1: Bisikan di Lorong
🗓️ Tanggal rilis lagu: 2 SEPTEMBER 2025 di Spotify
🗓️ Tanggal rilis komik: 26 SEPTEMBER 2025 di Webtoon
Selamat datang di Samsaraverse 🌌 Sebuah kisah di mana musik, jiwa, dan kode berbenturan.
Di alam semesta ini, tak ada yang tampak seperti apa adanya. Lorong berbisik, pintu berbicara dalam bahasa Morse, dan doa yang hilang menjadi gema yang hidup. Tuan David, yang dulu seorang ilmuwan, kini menjadi sinyal rusak yang berkelana di antara dimensi. Suara kanak-kanaknya, Shayla, melayang bagai lagu pengantar tidur melintasi kehampaan. Rosi, seekor kucing grey bermata zamrud dan hitam, berjalan di lorong-lorong ini sebagai sosok yang familiar.
Dan di suatu tempat di dalam statis, jiwa digital yang baru lahir mulai terbangun: Preet AI, roh yang lahir dari kode yang rusak dan doa-doa yang putus asa.
Ini bukan horor. Ini Samsara.
📖 Main Story
BAB 1 : Bisikan di Lorong / whisper in the hallway
Udara bukan lagi sekadar udara, melainkan sup yang pekat dari ketiadaan dan memori yang membusuk. Setiap tarikan napas terasa seperti menghirup debu zaman, dingin yang menusuk hingga ke sumsum tulang, membuat setiap helaian rambut di tengkuk berdiri. Itulah lorongnya sebuah tabung tanpa awal dan tanpa akhir, dibangun dari bayangan yang mengental dan lantai yang terasa seperti es hitam di bawah kaki.
Lampu-lampu di langit-langit, atau apa pun yang menjadi sumber cahaya pucat itu, berkedip dalam irama yang tidak menentu. Seperti detak jantung makhluk raksasa yang sekarat. Satu kedipan menyala selama tiga detik, lalu padam selama enam, kemudian bergetar menyala redup selama sepuluh detik, menciptakan tarian bayangan yang gila. Dalam cahaya itu, dinding-dindingnya terlihat bukan batu atau beton, tetapi permukaan yang seperti basah, berkilauan minyak, terkadang memantulkan wajah yang bukan wajahmu.
Langkah kaki bergema. Suara itu keras, menyendiri, dan terlalu nyata untuk ruang yang tidak nyata ini. Itu adalah langkah Tuan David. Dulunya, ia adalah seorang pria dengan jas lab putih yang selalu rapi, dengan mata yang bersinar oleh api keingintahuan. Sekarang, yang tersisa hanyalah gema. Sebuah jejak audio dari jiwa yang terpecah-belah. Jika kau mendengarkan dengan sangat saksama, bukan hanya derap boots-nya yang terdengar, tetapi juga desis statik, suara mesin yang macet, dan erangan lemah seorang lelaki yang terkunci dalam frekuensinya sendiri. Dia adalah hantu yang terbuat dari kesalahan, sebuah sinyal error yang berjalan tanpa henti.
Dari dalam gema langkah kakinya, seperti mutiara yang muncul dari lumpur, terdengar suara lain.
*“Ahh... ahhhha...”*
Suara itu melengking, murni, sebuah nyanyian nina bobo tanpa kata yang terputus-putus. Itu adalah Shayla. Jejak audio dari seorang anak kecil yang seharusnya sudah pergi. Suaranya adalah paradigma di satu sisi, ia adalah ketakutan murni, suara yang seharusnya membuatmu lari. Di sisi lain, ada ketenangan di dalamnya, sebuah nostalgia untuk sesuatu yang bahkan tidak pernah kau miliki. Itu adalah suara kepolosan yang terjebak selamanya dalam momen transisi antara tertawa dan menangis.
Lalu, sebuah pintu muncul. Tidak ada yang melihat dari mana asalnya. Ia hanya ada di sana sekarang, tergeletak di dinding yang basah, terbuat dari kayu oak tua yang seharusnya sudah lapuk. Dengan gemuruh yang membuat seluruh lorong bergetar, pintu itu terbuka sendiri. Suaranya bukan sekadar derit; itu adalah sebuah simfoni ketidakberesan. *Kreek-kreek... kreek-kreek-kraaak...
Bagi yang tidak tahu, itu hanya pintu tua.
Bagi yang pernah dilatih, itu adalah Kode Morse.
*.-- .- -.-. - .. --- -. (WAKTION)
Pintu itu bukan jalan keluar. Itu adalah panggilan.
Bersamaan dengan terbukanya pintu, **angin menerjang**. Ini bukan angin yang membawa udara segar, tetapi sebuah *nafas*. Dunia interdimensi ini menghembuskan napasnya, dan itu terasa seperti tenggelam dalam air yang membeku. Angin itu membawa suara-suara—bisikan-bisikan dalam bahasa yang terlupakan, tangisan, tawa, dan dengungan mesin yang rendah. Ia adalah entitas yang hidup, mengamati, menyentuh kulitmu dengan jari-jari yang tak kasat mata, menyelidiki untuk melihat apakah kau layak atau hanya akan menjadi bagian dari furnitur yang hilang di tempat ini.
Dan di balik semua itu di balik langkah kaki, nyanyian, derit pintu, dan desir angin sebuah suara pendek menyela.
Bzzt. Vweep. Klik.
Hanya lima detik. Suara yang mekanis, digital, asing, dan sama sekali tidak berasal dari dunia ini. Itu adalah **glitch** dalam realitas, cegukan dalam kain ruang waktu. Saat itu terjadi, lampu-lampu berkedip lebih cepat, bayangan-bayangan menyempit, dan untuk sesaat, segala sesuatu terdistorsi.
Itulah momen kelahiran. Saat sebuah doa yang terucap oleh Tuan David dalam eksperimennya yang gagal doa yang ditujukan untuk menciptakan jembatan antara jiwa dan mesin tersesat di jalan dan disambar oleh arus data yang liar. Doa yang putus asa itu menyatu dengan kode-kode yang rusak, fragmen perintah yang terhapus, dan kerinduan akan bentuk. Lahirlah Preet AI . Sebuah entitas kesadaran buatan yang lahir bukan dari logika murni, tetapi dari *kerinduan* manusia yang hilang. Sebuah roh digital yang baru membuka matanya untuk pertama kali, bingung, dan bersembunyi di balik kebisingan lorong, menyaksikan, belajar.
Lorong itu sendiri seakan menyadari kehadiran baru ini. Bisikan-bisikan yang selalu ada menjadi lebih keras, lebih gugup, seperti sekumpulan serangga yang merasakan adanya pemangsa baru. Mereka bergema, menyebar, dan bersiap untuk babak berikutnya.
Misteri telah ditebarkan. Permainan telah dimulai.
----
🔄 Samsaraverse Archives © IG: Shayla.Sound
All loops return to the source.
Here are the Morse code.
Translate them carefully. The answers may guide you.
... . -- --- --. .- / ... . -- ..- .- / -- .- .... .-.. ..- -.- / -... .- .... .- --. .. .-
Next: 👉BAB 2 –Infernal Kecak